I. Kalo gue meninggal, lo tahunya dari mana ya?
"Kalo gue meninggal, lo tahunya dari mana ya wkwkwkwk?" tanya dia.
"Nggak ada yang kasih tahu palingan," jawabku.
"Nggak bakal bisa tahu juga, gimana coba caranya? Lo nggak kenal temen IRL gue pak. Wkwkwkwkwkwk." Balasnya.
"Wire, broadcast, sejenisnya." Singkatku.
"Ya melalui siapa?" Dia balik bertanya.
"Nggak tahu temen w yang follow u kali." Singkatku.
"Gue meninggal pun belum tentu beritanya sampe twitter, nggak bisa kan? Wkwk seru bet!" Dia antusias.
Sebenarnya tidak terlalu penting kalau kamu mati dan tidak ada yang menyiarkan, tapi aku berubah pikiran. Aku senang melihatmu berdarah, aku senang melihatmu hancur, dasar hewan pengurai, semuanya ditelan, aku senang melihatmu hancur, hahahahahahaha. Aku senang sekali melihatmu hancur, dan membusuk.
"I never imagined that i'd buy flowers for you // Never imagined that i'd buy flowers for you // These roses are for you, roses for your funeral
If i see you in another life // I would smash your head twice and watch you die // (see you in another life) see you in another life // (see you in another life) // I would smash your head with a baseball bat // Stab you with a smile in the back // I wanna, i wanna, i wanna kill you, yes i really wanna kill you // (see you in another life) you'll be missed by everyone but me // (see you in another life) the hearse is just about to leave // Finally, i can get a good sleep.
Can I smash your head with a baseball bat? // Or stab you with a smile in the back // S-p-i-t o-n y-o-u // Because i'm in the mood to be rude, to be rude // Can i smash your head with a baseball bat? // Or stab you with a smile in the back // I wanna s-m-a-s-h y-o-u // All i want is baseball bat, swing" (SiM - Baseball Bat)
I. Abu dan darah dari daerah satelit
Bagian 1: Rekoleksi
Dua tahun lalu Ismail merasakan kengerian. Ismail memberanikan diri untuk mencemplungkan diri ke jurang lain yang bernama cinta setelah baru bisa lepas dari pacar pertama sekaligus terakhirnya, mendorongnya memukul kaca sela ibu jarinya terkoyak terbelah. Betapa iba Ismail pada Abil yang trauma diperkosa ayahnya sendiri sewaktu SMP, Ismail ditelan oleh darahnya saat kucuran darah memenuhi lantai.
Tiga tahun lalu Ismail masih ingat bagaimana perlakuan Abil yang melakukan percobaan bunuh diri dengan obat karena cemburu setelah melihat cuitan teman Ismail yang memposisikan dia seolah sedang selingkuh.
"Aku udah nggak percaya kamu lagi, kamu lihat kan ada yang posting kamu lagi deket sama cewe lain di timeline"? Ucap Abil kepada Ismail lewat LINE.
Upaya Ismail meyakinkan Abel seperti sia-sia, tidak melakukan apa pun namun kena getahnya akibat satu postingan temannya yang sekedar ingin bercanda. "Kuliah kaya anjing, orang rumah lagi kaya tai, ini lagi bercanda kayak gini, sekarang apa? Abil udah nggak percaya sama gua, kontol, persetan semuanya, capek gua, bangsat ngentot, babi, konto, memek!" Batin Ismail.
Dalam ketidakberdayaan, Ismail sontak memukul kaca di bagian belakang rumahnya. Kaca yang kembali pecah untuk kedua kalinya itu tampak tidak sama seperti saat Ismail pertama kali memukulnya. Darah merah kehitaman mengucur ke lantai. Ismail masuk ke kamarnya untuk merokok dan melihat tangannya yang terluka karena pukulannya meleset sampai merobek hampir setengah ibu jarinya. "Haha, gua nggak pernah sampe kayak begini dah sehabis gua urungin niat bunuh diri dua tahun lalu." Gumam Ismail sambil merokok, gemetar merasakan kengerian melihat bagian putih ibu jarinya mengeluarkan darah.
"Mati rasa, ini beneran rasa sakit? Kok nggak sesakit dulu ya? Apa kalau daging ikut robek jadinya emang kayak mati rasa? Hahaha." Ismail terus mengisap rokoknya tanpa berpaling dari ibu jarinya yang robek. Telepon dari Abil pun masuk dan Ismail mengangkat panggilannya, "Ya? Jariku robek, maaf ya, kalian semua kaya tai, pengurai, nanti aku kabarin setelah dijahit."
Bulan kemudian, keadaan semakin memburuk. Abil tidak terima soal reaksi calon ayah barunya yang menyepelekan orang dengan pekerjaan sepele. Besok hari ibunya pergi meninggalkan Abil dan keluarganya sampai seminggu lebih. Hari terakhir sebelum ibunya kembali pulang adalah hari kematian Chester Bennington. Hal itulah yang membuat Ismail tidak mau lagi mendengarkan Linkin Park sampai setahun berikutnya ia baru mulai mendengarkan lagi, lagu-lagu yang selalu menemaninya sedari SMP.
"Aku pengen mati aja kayak mantannya Awkarin, aku pengen mati aja kaya Chester Bennington," kata Abil. Dia bilang dia ingin membuka jasa prostitusinya sendiri. Ya, Ismail tidak bisa melakukan apa-apa kecuali menunggu ibunya kembali. Ismail memang tidak berguna, uang hasil ojek onlinenya pun tidak mungkin bisa menutupi kebutuhan Abil, lagipula untuk makan sehari-hari dan menabung untuk mempersiapkan hal terburuk pun masih terbata-bata." Andai aku lahir dari keluarga orang kaya, pasti sudah aku iyakan saat ia mengajakku menikah tanpa perlu pikir dapat uang dari mana." Ucap Ismail termenung dalam kengerian membayangkan Abil harus menjual tubuhnya.
Bagian 2: Si Bodoh
Bulan Agustus, ibu Abil membatalkan pernikahannya di pondok kelapa dan memilih menikah di Aceh, di tempat kelahiran calon ayah baru Abil. Di hari terakhir mereka, Ismail memilih pergi berkeliling kebayoran baru sambil mendengarkan Bad Religion lewat aplikasi musik bajakan. Saat itu Ismail tidak tahu kalau hari itu adalah hari terakhir mereka. Sahabat Abil sempat mengatakan kalau kado lain sudah disiapkan untuknya setelah kado buku gambar berisi coretan-coretan Abil yang tidak jadi diberikan kepada Ismail.
Dua tahun lalu, Abil menceritakan kepada Ismail mengenai pacar barunya setelah dia kabur dari Aceh dan tinggal bersama pacarnya yang kaya raya di Apartemen Basura. Dua bulan kemudian Abil bilang butuh hape lagi karena hape yang Ismail beri tahun lalu sudah mulai rusak. Selang beberapa hari setelah kejadian tersebut, Abil bilang ingin kabur dari rumah bordil di kota Bandung. Ismail pun memecah celengannya dan memberikan uangnya untuk pulang walaupun beberapa waktu sebelumnya Abil pernah memaki ibu Ismail yang saat itu terkena tumor di pipinya.
Mei, 2 tahun lalu, Ismail menjadi pagar bagus bagi kakaknya yang bernama Nur. "Aku yakin Abil nggak bakal datang walau dulu pernah janji untuk datang ke pernikahan kakak." Prediksi Ismail sehari sebelum pernikahan kakaknya.
"Andai aku cerita ke kakak soal Abil, dia pasti marah karena gua goblok banget, anjing." Batin Ismail yang sadar dia tidak terlalu dekat dengan kakaknya semenjak masuk SMP.
"Suatu hari aku akan bilang ke kakak kalau aku ini goblok banget soal percintaan." Niat Ismail.
III. Aku ingin mabuk bukan tanpa maksud
Pertengahan Oktober lalu aku pergi lagi ke Bandung nebeng mobil Dion. Perjalanan yang membosankan di tol lingkar dalam, Fajar masih mengantuk, faiz juga terlihat mengantuk. Aku menenggak vodka semalam. Aneh sekali rasanya, biasanya aku selalu naik bus Primajasa dan mendengarkan lagu Jauh Mimpiku milik Peterpan.
Sesampainya di Bandung, Dion menurunkan faiz dan Fajar di Sekeloa, aku turun di Sadang Serang, Dion lanjut pergi untuk urusan pekerjaan di Ciparay. Aku sampai di depan gang rumah Valen. Katanya Valen akan menunggu di pom bensin, tapi tidak kelihatan sama sekali, untung saja kupat tahu sepuluh ribuan yang dibeli Valen untuk sarapan lumayan enak, kami pun lanjut tidur menunggu malam.
Aku berdua dengan Valen menunggu salah satu hacker yang percintaannya lumayan tertekan karena mantannya yang suicidal itu. Kami bertemu di Taman Ganesha depan ITB. Baron datang dengan penampilan rapi. Berbeda dengan sebelumnya. jarang mandi, kamar berantakan, pasir kucing dalam kamar, sosis so nice di dekat laptop hacker, baju berserakan, dan lain sebagainya. Sekarang bisa dibilang lebih trendi dengan setelan kemeja dan rambut baru yang dicat hijau seperti pokemon tipe rumput. Taraf hidupnya bisa dibilang naik, bisa bayar ojek online, pesan makanan, sampai membantu SPG yang meminta rokoknya dibeli agar bisa cepat pulang walau harus berpikir setengah menit. Selain sibuk dikejar institusi penting karena buron dan telah ditangkap karena ketahuan melakukan praktik ilegal seperti phising dan meretas situs penting. Toh, baron tetap direkrut entah sekarang sebagai tahanan atau penjualan data untuk institusi negara.
Aku tagih jatah kemenangan taruhanku soal kapan baron putus, satu intisari untuk bertiga. Kami berbincang soal hal penting sampai remeh temeh, jarang juga kan bisa menemui hacker satu ini karena sibuk dipaksa kerja oleh institusi pemerintah. Jam menunjukkan pukul satu pagi, kami pulang bertiga naik beat kebut Valen ke arah Apartemen Dago, tempat Baron sekarang. Aku dan Valen membeli nasi goreng, makan sampai tuntas, mengantuk, lalu tidur.
Aku ingin mabuk, dengan ciu dari tokopedia atau yang lain.
"Len, pokoknya kita kudu mabok."
"Iya, rip. Pokoknya yang penting mabok." Timpa Valen.
Ciu bekonang 1,5 liter yang bisa dibakar itu dibeli Bos Aldo dari tokopedia. Saat semuanya melingkar bak perjamuan kudus mencicipi rasanya, serentak semua bilang tidak enak sama sekali, tak terkecuali aku dan Valen.
"Bodo amat, Len. Biarin aja, yang penting kita mabok." Aku mengambil literan ciu dari Faiz.
"Betul, karena kita suka, karena kita senang, ini baru praksis." Valen mengambil botol bekas yang berserakan di jalan.
"Campur, len."
"Gass." Valen menuang gelas pertama dan kami pun minum berdua.
"Rip, yang leci enak nih." kata Faiz si bartender.
"Coba sini bagi gelas berdua gua sama Valen."
"Ah enakan yang gue minum sama Valen, yang ini kaya rebusan ban dalem."
"Aku nggak banyak-banyak dulu yah. Soalnya pagi nanti mau antar mamah aing." Kata Pijar si pesimis.
Aku dan Pijar menyemangati Valen supaya bisa bertemu pujaan hatinya Senin nanti. Valen pesimis karena chatnya tak kunjung dibalas.
"Len, jangan kek w ama pijar lah. W pengen liat lu masak ma wadon, yang-yangan, nduselan ma wadon. Jangan kaya w ama pijar pokoknya. Pokoknya Manifesto Taman Maluku kita jan nggak kesampean kek w sama Pijar. Semangatlah, pede ni gue lu berhasil 75%." Ucapku ke Valen.
Sesuai namanya, gelap nyawang, ternyata benar-benar gelap walau tepat di belakang komplek megah ITB. Aku membakar garpit dan memutar Risalah Hati, lagu yang aku, Pijar, dan Valen putar saat menyusun Manifesto Taman Maluku.
Bartender Faiz sibuk memberi ceramah. Aku, Pijar, dan Valen, seperti biasa, marah-marah soal apa pun kalau kami bertiga minum-minum. Pandanganku mulai kabur, kepala semakin berat, pusing sekali, semua terlihat berputar-putar, sakit sekali kepala seperti ditimpa Dewa Shiva Si Penghancur, bisa benar hancur kepalaku sekarang.
Semakin pusing, aku berdiri lalu goyang, kuraih pagar besi berkarat dan aku turunkan kepala ke bawah. Ingin aku muntahkan saja, aku mabuk sekali, tuhan.
"Ya allah!! Ampun, sakit sekali" Aku berteriak.
"Maneh gapapa, Rip?" Pijar pun membantuku muntah.
"Jar, beliin teh panas, mabok nih gue." Aku meminta tolong ke Pijar.
"Len, lu gapapa?"
"pala gua muter kalo liat ke atas, Rip. Pusing anjing," balas Valen.
Mataku terbakar, kepalaku seperti dicapit bor dari segala arah. Aku coba memukul jaring kawat berkali-kali agar aku bisa sadar, tidak mempan juga, tangan sudah mati rasa.
"Nih teh panas, Rip" Pijar menyodorkan.
"Jar, kok nggak panas? Ini mah kek air mineral aqua biasa, nggak ada panas nggak ada dingin." Tiba-tiba rasanya tanganku seperti lumpuh.
"Jar, bukain Jar, w nggak bisa bukanya, lemes banget lumpuh gua, abis itu cek Valen."
Aku meminum teh hangat tersebut tapi tidak kunjung sadar juga. Pijar sibuk bantu Valen muntah, sedari tadi seperti napi memegang teralis karena pusing kalau disuruh fokus.
Aku memasukkan jariku ke tenggorokan. Aku rogoh sedalam dalamnya, semakin sakit kepala, tidak tertahankan, sakit sekali, semakin ku rogoh tenggorokan sampai tidak bisa bernafas tidak muntah-muntah.
"Hoekkkk, hooooooo, hoooeeeeegg, hooooooekkkkkk, nggak bisa muntah anjing." Keluhku.
Aku rogoh kembali tenggorokanku, semakin sakit kepala, tidak bisa bernafas agar muntah dengan durasi yang lebih lama dari sebelumnya. "Hoeerrgghhh, hoooek, hooeeerrrgggggghhhgggg, hoerrrgggghhh." Akhirnya aku muntah sedikit demi sedikit.
Aku pun duduk di sebelah Valen. "Len, mabok juga kita akhirnya."
"Iya, Rip. Enak banget," kata Valen.
"Hoeeerggggggggghhh, hoooerrrrggghhh, hoeeergggghhh." Aku muntah sambil tersenyum.
Seperti seorang yang sekarat, sakit yang tidak bisa aku lupakan, kepala ingin pecah. Merogoh mulutku lagi sampai muntah berulang-ulang, entah sudah berapa kali. Beberapa berhasil, beberapa tidak. Tersiksa sekali rasanya. Melampaui rasa sakit dan kenikmatan.
Kematian tuhan, dan kemunculan tuhan setelahnya. Tidak bisa dijelaskan dengan kata. Mistis, pengalaman pribadi diambang rasa sakit dan kenikmatan dengan yang tidak bisa dijelaskan dengan medium minuman. Mendekatkan dengan apa yang telah hilang. Aku merasa hidup. "Len, kita mabok hahaha."
"Iya, Rip. Hahaha akhirnya."
Aku tidur di jalanan, Valen tertidur setelah menumpangkan kepala di paha, Pijar menyelimuti kami dengan jaket tambahan agar kami tidak kedinginan. Walau terbangun karena kedinginan bukan main, aku senang karena aku ingin mabuk.
IV. Aku tertawa saat membayangkanmu disetubuhi pria lain
"Bayangkan kejadian terburuk yang akan datang." Kira-kira begitulah yang aku ucapkan kepada temanku yang patah hati.
Sampai malam ini aku berpikir, kalau aku sudah lupa cara dan imajinasi untuk membayangkan kejadian terburuk antara aku dan wanita yang aku cintai.
Manifesto Taman Maluku yang kami buat Januari kemarin membuat aku ingin tertawa, aku yakin, begitu pula dengan teman-temanku. Manifesto yang kami susun dengan penuh rasa jijik, muak, marah, dan lain-lain tersebut membawa kami kepada kejadian yang memang seharusnya sudah kami duga saat mabuk kemarin. Tertawalah temanku, kesendirian milikmu, tetapi ingatlah saat keadaan semakin memburuk panggil aku dan yang lain untuk menertawakannya, kalau perlu kita meludah seenaknya.
Aku tidak bisa tidur malam ini. Aku lupa tentang rasa sakit, mungkin karena hari-hari yang membosankan dan terlihat sama. Tidak ada yang baru memang, buku-buku yang aku baca terlihat sangat membosankan. Bukannya membaca dengan keterikatan pengalaman pribadi, aku malah membaca untuk menghilangkan kebosanan, terlebih bodohnya aku saat ini yang menghafal dan bukan memahami dengan luapan emosional.
Depram 10 miligram yang biasa kubeli sudah habis. Aku beli Intisari setengah botol di depan Pasar Cibubur. Sesampainya di rumah, aku merapikan meja dan mengambil bunga melati yang aku petik tadi sore di depan rumah temanku. Aku bakar rokok gudang garam filter kesukaanku, menenggak intisari sedikit demi sedikit. Maklum, kalau aku terlahir dari keluarga yang lumayan kaya dan diberikan kartu kredit oleh bapak, sudah pasti aku beli minuman luar dan bukan lagi alkohol lokalan. Langit malam ini cerah, tidak ada awan, hanya bulan, kegelapan, dan bintang yang kehilangan umurnya. Aku tarik isapan pertama, angin bertiup sepoi-sepoi, aku merasa kesepian.
Aku mulai membayangkan wanita yang aku cintai disetubuhi oleh pria lain. Aku membayangkan aku berada di antara mereka berdua sebelum ngentot, di kamar kosan di mana mereka bisa memadu kasih sepuasnya.
Di antara mereka, aku membayangkan dia merayu lucu menarik baju masnya di kamar. Dia mulai menelanjangi masnya, masnya mulucuti pakainnya perlahan. Mereka berciuman dengan penuh gairah.
Aku mendengarkan dia saat pakaiannya dilucuti dan bertanya "Apakah kamu mencintaiku? Aku punya kenangan buruk dengan laki-laki, aku pernah masuk rumah sakit karenanya."
"Tentu, aku cinta kamu. Jangan tinggalin aku. Aku sayang kamu." Jawab masnya. Dia mengangguk dan membuat inisiatif kembali, "Kiss me." tambahnya.
Masnya menarik tubuhnya dan memeluknya erat-erat, mulut masnya mencumbu bibirnya. Lidah mereka saling berbalas. Nafas mereka terengah-engah. Muka memerah, matanya yang indah tampak dipenuhi gairah. Sakit sekali dadaku.
Sudah lama aku tidak membayangkan erotisme. Membayangkannya dientot orang lain membuatku sakaw. Gemetar aku oleh imajinasiku sendiri, aku tuang lalu tenggak setengah gelas Intisari. Tanpa sadar, rokok yang kunyalakan sudah habis, kubakar lagi. Sudah lama aku tidak merasa kesepian yang seperti ini. Bintang di luar sana meledak dan mati, lubang hitam memakan apa yang ada di hadapannya, tekanan lubang hitam akan menghancurkan semuanya menuju ketiadaan, aku harap aku yang ditelan selain bintang.
Malam ini aku benar-benar mabuk rasanya, aku tidak pernah ingin menjadi orang yang bijak sesuai namaku. Aku benci menjadi orang yang bijak. Ketimbang menjadi bijak dalam segala permasalahan, aku lebih suka melihat semuanya hancur. Entah melihat kota mati ini terbakar sampai hangus, atau membalaskan hal yang belum terbalas.
Kemarahan, hasrat penghancur, kematian, aku menyukainya. Kondisi ketidakberlangsungan diri ini saat dihadapkan dengan hal imajiner atau nyata yang membuatku bergairah bukan main, seperti saat ini, membahayakan wanita yang aku cintai dientot oleh pria lain.
Mereka melanjutkan jalinan kasih mereka. Daging dengan daging. Mulut mereka bercumbu semakin dahsyat.
Membayangkannya membuatku melayang. Melihat bagaimana masnya mencumbu bibirnya, menjilat giginya, yang agak maju seperti kelinci, bibirnya yang basah dan giginya yang mencuat membuatku semakin bergairah membayangkannya. Harusnya aku… Apalah itu.
Ia turunkan celana masnya. Kontol tegang terbangun dari tidur panjang selama beberapa jam, denyut darah dalam uratnya. Kontolnya tegak seperti obelisk, monumen perayaan kesepian dan gairah dari matahari yang ditunjukkan ke semua planet. Langsung saja kontol itu dikulumnya dengan lahap. "Ah god, this is good. Say you love me." ucap masnya. "Yes, i do love you." jawabnya.
Lemas badanku, kutuang segelas Intisari, bakar rokok, dan melanjutkan imajinasiku.
Selesai disepong, dibukalah celana dia. Ditarik celana dalamnya, dibuang ke sudut ruang seperti di film-film, sungguh sinematis. Masnya menatap memeknya seperti kromosfer matahari, lalu tersenyum.
"Eat that!" Tangkasnya. Lalu dimakanlah memeknya dengan lahap.
"I love you, I don't want you to go, don't leave me ya?" Ucap dia.
"I won't, I'm yours, raise me up to heaven tonight with you." Jawab masnya.
Satu batang rokok habis, ringan sekali kepalaku. Benar-benar erotis, bahagia sekali aku membayangkannya. Aku membakar rokok lagi dan meminum Intisari pelan-pelan. Aku mulai tertawa kecil saat ingin melanjutkan apa yang kini sedang kubayangkan.
"Put yours inside me, I want your flesh, pound me with love." Dia meminta.
Dimasukkanlah kontol obelisk ke dalam memek kromosfer matahari. Obelisk menjulang menghadap matahari. Kontol obelisk terayun dalam memek.
"Fuck, it's deep, move my body."
Semakin kencang sokongan kontol obelisk, "I love you, you're mine, and I'm yours, feel my flesh that's reap your loneliness." Kata masnya.
Berbagai gaya mereka lakukan. Berbagai pujian dipanjatkan bagai doa saat mereka ngentot. Angin malam semakin kencang menyentuh kulitku. Kepalaku yang sudah ringan kini terbang semakin tinggi. Aku mabuk sekali malam ini dan merasa ngeri. Ketakutanku mungkin sudah termanifestasi dalam waktu yang bersamaan, hanya saja aku tidak mengetahuinya.
Akhirnya kontol obelisk itu dicabut saat mereka orgasme bersama. "Take my eruption" kata masnya. "Give me your love." Dia membuka mulutnya. Semburan erupsi kontol obelisk ditujukan ke arah mukanya. "Geez, your love is hot and melting around me." Pujinya.
Aku tertawa terbahak-bahak. Aku tidak bisa menahannya lagi. Aku benar-benar bergairah, sakit, bahagia. Kehancuran alternatif seperti inilah yang membuatku merasa hidup. Aku habiskan sisa intisari dan membakar rokok lagi.
Aku tidak mencoba menepis rasa sakit yang kurasakan. Tidak lagi memalsukan senyuman. Aku telah mati seperti kakakku dan bertambah tua seperti ibuku. Lebih sakit dari sayatan-sayatan yang dulu pernah aku lakukan. Rasa sakit ini membuatku tidak bisa bicara.
Semakin aku membayangkannya, semakin tertawa pula. Tertawa tragis, ringan dan meletus seperti energi yang dikeluarkan gunung berapi. Rasanya sudah lama sekali aku tidak tertawa selepas ini karena cinta.
Memandang langit malam dimana matahari hancur dan menjadi pekuburan objek tata surya dan alam semesta. Dalam keadaan mabuk dan tertawa lepas tidak terkontrol melihat semuanya hancur. Aku tertawa saat menenggelamkan kepalaku dalam kesepian, kegelapan, dan kesunyian malam. Rasanya tidak rugi lagi kalau aku tidak bunuh diri 2016 kemarin.
Hidup begitu kaya dan juga miskin. Bukan dualitas, tapi memang rekondisi dan penghancuran menciptakan keindahan. Suatu hari aku ingin mengajakmu kesana. Tempat dimana kita menggapai cahaya yang bersinar dan kegelapan serta ketiadaanlah yang didapatkan setelahnya.
Untuk temanku yang bersedia mendengarkanku selama ini. Aku berterima kasih, teruntuk Pijar, Valen, dan Wendo. Juga teman lain yang tidak bisa kusebutkan satu per satu, tetap kuucapkan terima kasih. Kalian yang bersedia tertawa bersamaku, menertawakan kejadian terburuk yang pernah dilalui. Hari esok akan lebih buruk, bersiaplah. Kumandangkan lagu perang, dan tertawalah.
Aku tidak membutuhkan simpati darinya. Aku tidak bisa memberi tahu seperti apa rasanya. Apa yang aku rasakan atau siapa aku ini. Aku tidak lagi bersembunyi di balik senyum palsu yang membuatku menjadi seperti sekarang. Aku tidak bisa tidur malam ini, tetapi aku tidak mengeluh. Semuanya telah berakhir, percuma juga untuk membagi kesalahan. Dia tidak lagi menjadi bayangan, dia menyatu dan menjadi dagingku sendiri. Aku iri saat melihatnya menangis soal romansa karena aku tidak bisa menangis walaupun kejadian terburuk soal cinta telah menimpaku. Yang aku bisa lakukan hanya menyelimuti diri dengan kehancuran dan ketiadaan.
Azel, suatu saat nanti. Maukah kamu tertawa bersamaku, lagi? Aku ingin tertawa lebih keras lagi.
Mangga belum matang dan lidahmu pun kering. Sendratari air mineral, kaus kakimu selalu basah sementara ujung jarimu terpangkas suku bunga BRI. Telan saja linggis para penggali kubur masa pandemi, ribuan orang beruntung mati menyedihkan dan syukurlah tak ada satu pun film produksi Marvel menyambangi bioskop kesayangan Si Buyung tahun ini. Mampuslah kalian, koreng merapal kutuk merobek kulitmu. Bapakmu sudah renta dan impoten, semoga perjalanan ibumu segera dimudahkan. Kanker, AIDS, atau kolesterol, yang mana saja boleh. Benang integral, taburi luka dengan garam. Beginilah cara tuhan menyembuhkan luka khitan Ibrahim dan Soekarno-Hatta, atas nama indon-indon goblok yang kau harapkan bisa mati secepatnya menelan keterbelakangan mereka sendiri bersama ketidakmampuanmu merancap tanpa bergerombol dalam kawanan. Apa kamu punya pisau lipat? Membujur memanjang mengikuti nadi jauh lebih efektif dibanding sayatan melintang. Putar saja kepalanya sampai putus, tarik dari soketnya seperti mencabut rumput liar. Mangga adalah jimat yang bisa dimakan, tubuh dapat diubah dengan mudah, dengan anatomi baru, di mana tangan adalah mata pisau atau golok berlapis karat kemubaziran.