"Kata pasangan saya, cairan vagina saya rasanya agak pahit. Apakah akibat pola makan? Ataukah faktor genetik ya Dok? Kira-kira adakah cara untuk mengubah rasanya?"

✶✶✶

"Dok, saya selama ini selalu memimpikan seorang gadis yang penuh pengertian dan bisa menerima saya apa adanya. Kalau bisa sih, ia juga memiliki, mohon maaf, penis berukuran besar. Saya tahu ini terdengar aneh dan tak masuk akal, tetapi saya benar-benar menginginkannya, Dok."

✶✶✶

"Pak Dokter yang baik, belakangan ini saya berkencan dengan seorang lelaki baik hati. Ia tak begitu ganteng, tetapi perhatiannya itu loh, selalu berhasil bikin saya melting. Sejauh ini saya bahagia sih, tapi sayang sekali, entah penisnya yang kecil atau vagina saya yang melar, saya kurang bisa menikmati hubungan seks dengannya. Adakah sesuatu yang TAK TERDETEKSI yang bisa saya masukkan dalam vagina saya dan membuatnya lebih sempit sehingga kami bisa terus menikmati hubungan seks seperti pasangan pada umumnya?"

✶✶✶

"Selamat pagi Pak Dokter. Saya sangat menikmati seks oral. Saya selalu melakukannya dengan senang hati saat pacar saya meminta saya untuk mengulum penisnya. Belum lama ini, saya membaca sebuah artikel yang menjelaskan kalau sperma mengandung banyak sekali kalori, benarkah ini Dok? Saya ingin bisa terus melakukan seks oral, tetapi saya juga tak ingin diet saya terganggu karenanya. Mohon nasihatnya."

✶✶✶

"Halo Dokter, saya seorang pria berusia 25 tahun dengan karir cemerlang di bidang jasa keuangan. Saat ini saya telah memiliki seorang tunangan yang cantik dan solehah. Hanya saja, tekanan kerja dan pergaulan kadang membuat saya merasakan cemas berlebihan. Saat stress, saya biasa menenangkan diri dengan mengenakan popok ukuran orang dewasa dan memandangi diri saya sendiri di depan cermin sambil onani, normalkah?"

✶✶✶

"Halo Pak Dokter dan para pembaca, stimulasi anal digital apaan sih?"

✶✶✶

"Pak Dokter dan temen-temen pembaca, gue mahasiswa di kota X, gue sering banget orgasme saat remas-remas tetek gue sendiri. Ini gue aja atau gimana ya?"

✶✶✶

"Saya cowok 26 tahun, sudah dua tahun ini saya menjalin hubungan dengan oom saya sendiri yang berumur 34 tahun. Beliau sudah berkeluarga dan memiliki dua orang anak. Rencananya, kami berdua akan buka semuanya pada keluarga meski harus menghadapi kecaman atas cinta terlarang kami ini. Adakah yang memiliki pengalaman serupa? Mohon doa dan dukungannya ya."

✶✶✶

“Saya masih ingat dengan jelas pengalaman bersamanya sore itu. Merobek kemejanya, menggerayangi lengannya, melorotkan celananya, menggenggam kontol besarnya sambil menciumi putingnya penuh nafsu, mengelus kontolnya pelan, mengecup bibirnya yang tebal, memainkan lidah di rongga mulutnya, mengulum lidahnya sambil menutup mata menahan gelinjang nikmat yang menjalari sekujur tubuh, menjilati dadanya, menjilati perutnya yang bidang, memainkan ujung lidah menjilati lubang kencingnya, mengulumnya, mengisapnya sekuat tenaga, terus mengisapnya sampai kehabisan napas, seketika mati saat itu pun rasanya takkan bisa puas menikmati kejantanannya, bahkan setelah mengeringkan kedua pelernya, menjilat setiap tetes sperma yang luber menuruni batang besar berurat di antara kedua kakinya. Saya pun menggerutu tak sabar, sebelum akhirnya mendapatkan sepongan paling nikmat yang pernah saya alami. Mengingatnya selalu membuat kepala pening dan jantung berdebar kencang. Mengejutkan juga saat mendengar ia baru berusia dua puluh satu tahun dan baru tiga bulan mulai bekerja di kota ini.

Sehari-harinya kehidupan saya lumayan membosankan, pulang pergi ke kampus lalu kerja sambilan, kadang harus terjaga sampai larut malam tanpa sempat memperoleh kasih sayang. Saya selalu ingin menemui seorang jenius yang menggambar kontol dengan begitu realistis di salah satu pintu kamar mandi kampus, menyaksikannya selalu membuat pikiran melayang berimajinasi dikelilingi enam atau tujuh mahasiswa ganteng dengan kontol-kontol menggemaskan, suatu kali saya sempat begitu horny saat menyaksikannya sampai-sampai ingin menjilati urinoir. Saya selalu terangsang saat membayangkan diludahi seorang pria tampan berkumis tebal, saya sering membayangkan betapa menggairahkan perut buncit bapak-bapak ASN dari kantor seberang, kadang saya ingin punya lonte personal seganteng Jefri Nichol, bukannya sombong, tetapi saya punya kontol lumayan besar layaknya seorang pornstar. Pak Dokter, maaf bila menyinggung perasaan atau kurang berkenan. Saya tahu ini kurang pantas, sama sekali tak ada niat untuk melecehkan apalagi melukai perasaan Bapak, tetapi saya harus jujur, saya sering membayangkan kalau Pak Dokter pasti gagah dan tampan sekali. Pak, pagi ini saya mengawali hari dengan merancap sampai puas, plong sekali rasanya, serasa di surga.”

✶✶✶

"Halo Bapak-Ibu Dokter serta rekan-rekan pembaca, kalian semua adalah tukang intip, penguntit, menyimpang, dan jelas-jelas maniak! Tak ada obat, tak ada terapi efektif, tak ada sedikit pun kesempatan untuk kembali pada sesuatu yang sering kita sebut sebagai wajar dan normal karena keduanya hanyalah mitos yang dibuat untuk menjual lebih banyak omong kosong lain yang dikemas sebagai wajar dan normal!

Seks selalu menjadi salah satu industri terbesar sejak dahulu hingga saat ini, mungkin hampir selevel dengan industri pertambangan atau bahkan teknologi. Tabu, stereotip, dan permasalahan-permasalahan yang berkelindan dengannya hanyalah bumbu lain yang membuatnya semakin menjual. Vulgar ataupun tersirat dengan balutan-balutan indah moralitas serta seni kebudayaan, dalam berbagai spektrum sosial dan politik, lewat segala macam media, seks selalu hadir, entah kita sadar atau tidak. Sinetron, film layar lebar, iklan, teka-teki silang, khutbah jumat, kampanye politik, seminar kewirausahaan, lokakarya jurnalisme, kajian sastra, acara amal, olahraga, segalanya. Kesemuanya mengisap habis ranah personal sembari mempertahankan kepentingan publik atas ketertiban umum dan laju pembangunan komersial.

Aktivis, pemerhati seks, influencer, warganet, semua orang pada dasarnya serba tahu soal seks. Tak ada seorang pun yang tahu pasti kapan mereka mulai menjadi sexpert. Semua orang mencampuradukkan pengalaman, artikel, pendapat para artis, gosip yang beredar luas, serta tentunya imajinasi mereka yang terbukti berhasil mengantarkan kita menuju Indonesia Swadaya Konten.

Sebagian di antara mereka mengimani seks sebagai sebuah disipliner tanpa ampunan, memaksa orang-orang menerima kenyataan dalam versi mereka. Sebagian lainnya adalah pemandu sorak yang jauh lebih profesional dibanding juru kampanye mana pun. Konsultan seks, dokter bedah, investor asing, ulama, penulis, pakar politik, jurnalis dengan antusiasme berlebih mengenai selangkangan, semua siap menyuapi khalayak dengan pencerahan-pencerahan sehingga bos besar mereka bisa terus mengakses seks sejati dalam ruangan berpendingin dengan tenang, seks yang takkan pernah bisa diperoleh para incel maupun fuckboy dan fuckgirl mana pun. Mereka pada dasarnya mengajarkan kita untuk berpikir dan tak pernah sekali pun soal ngentot. Mereka percaya segala sesuatu pasti ada jawabannya, dengan atau tanpa melibatkan sains. Seberapa pun vulgar penyampaiannya, seberapa pun banyaknya wokeness yang mereka impor langsung dari Amerika, sebagian besar di antara mereka adalah seorang konservatif, segalanya selalu soal konformitas dan bagaimana mengeksploitasinya secara komersial. Mereka semua melanggengkan terror klaustrofobis yang selalu menemani seks kemana pun ia melenggang menuju ruang publik.

Oke-oke, agar lebih berimbang, mari kita cermati segala sesuatunya dari perspektif yang lebih terang. Di antara iklan implan payudara hingga air liur gadis perawan Jepang yang dikemas dalam botol beling untuk mengurangi limbah plastik, untung saja, sebagian besar pakar dan pemerhati seks kita selalu tak ragu untuk membagi informasi terpercaya mengenai metode pembesaran kontol serta instruksi praktis bagi para lelaki untuk meraih orgasme perempuan.

Hal lain yang bisa kita rayakan, setidaknya untuk saat ini, hampir kesemuanya mempromosikan pentingnya keamanan dalam berhubungan seks, baik secara fisik maupun psikis, serta lusinan etiket bagi para pemula yang masih malu-malu untuk memulai petualangan lendir mereka. Mereka juga mempermudah kita untuk mengenali dan memberi nama setiap jenis fobia dan obsesi kita, menyediakan berbagai jamu dan obat-obatan untuk mengatasi semuanya. Mereka pun membantu khalayak untuk mengatasi bias dan penolakan, bahkan meningkatkan pemahaman umum atas keberagaman. Kesemuanya berpotensi besar mendidik khalayak dan memperkaya kehidupan seks mereka, membuka kesempatan seluas mungkin bagi individu untuk melampaui apa yang bisa kita bayangkan saat ini.

Hahaha, jadi mana yang baik atau buruk? Entahlah. Setidaknya, kita bisa terus bermimpi Kawan.

Pembicaraan soal seks memang tak mungkin lepas dari serangkaian stereotip, namanya juga peradaban Bos; terus mengkooptasi kebingungan pubertas maupun kegelisahan paruh baya lewat berbagai inovasi mengikuti zaman. Sekarang agama dan pancasila, besok lagi konsep empati, mungkin pula kelak farmasi serta bioteknologi.

Setiap anggota masyarakat dilahirkan sebagai seorang masokis, kita semua mendambakan seorang daddy yang akan mendisiplinkan kita. Kita mengusahakan keterbukaan kesempatan seluas mungkin lalu bergidik ngeri saat diharuskan untuk mengambil pilihan, terbirit-birit pontang-panting saling mencurigai satu sama lain.

Sejak Adam Hawa kunyah beling surgawi, manusia ditakdirkan selamanya pasif dan impoten, tak peduli seberapa pun banyaknya pornografi, utas 18+, akun alter, iklan obat kuat, serta pelajaran biologi yang kita lewati sepanjang perjalanan hidup. Syukurlah, setidaknya seks akan terus berjaya sebagai salah satu cobaan terbesar manusia sebagai spesies berkesadaran sampai Godot datang, sampai tendensi jatuhnya tingkat keuntungan yang diramalkan Karl Marx terjadi bersamaan dengan terbelahnya Pulau Jawa menjadi dua seperti yang telah dinubuatkan oleh Nostradamus dan Joyoboyo.

Pembicaraan soal seks adalah simtom hubungan neurotik kita dengannya, kebutuhan kita untuk mengintelektualisasikan dan menganalisa seks adalah pelarian dari ketidaknyamanan kita padanya. Bagi banyak orang, seks membahayakan konsep mengenai diri. Nyaman membicarakan seks dan kelamin tak selalu berarti percaya diri secara fisik maupun mental mengenainya.

Lupakan revolusi seksual yang terjadi secara tak merata, di barat era enam puluhan atau di rumah kita bersama gempuran industri generasi empat. Terang-terangan atau sembunyi-sembunyi, semua tetap perbandingan dan performativitas. Bayangkan saja, bagaimana seseorang bisa sepenuhnya optimis pada teknologi sebagai jalan pembebasan seks dari sistem reproduksi saat semuanya hanya meninggalkan lubang besar menganga serta mutan prekariat baru, mulai dari mamang gojek berjaket kusam sampai admin online shop bergaji separuh UMR Jogja penjaja anal plug merek Nike yang diproduksi di ruangan-ruangan pengap daerah satelit DKI Jakarta?

Pelecehan seksual? Aduh amit-amit deh, kita jelas-jelas belum siap membicarakannya, Ndan. Apa tidak ngeri kalau ternyata kawan setongkrongan Kamu ternyata pengepul dan reseller pap tetek cum pemerkosa? Edukasi seks sangatlah penting, ancaman ledakan populasi terus menghantui kedaulatan kita sebagai bangsa yang besar. Kapankah orang-orang miskin itu berhenti beranak-pinak, bangsat memang! Mungkin kita sebaiknya segera bergabung dengan grup anti natalis di facebook dan berhenti ngentot, apa lagi bila gaji belum menyentuh nominal tiga puluh juta per bulan.

Serius sih, tentu naif bila hanya diam atau berharap masa depan akan baik saja, apa lagi berhenti membicarakan seks sama sekali. Semua bukan pilihan lagi Kamerad, kita harus melewati kesemuanya, dengan sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya. Sakit kah? Tentu saja, Bung dan Nona, pasti sakit banget. Solusi? Untuk masalah apa ya? Maaf sudah mengganggu waktunya, Sobat. Seperti kata orang-orang bijak yang berpikiran realistis serta paling paham realita kejam kehidupan, jangan lupa ngentot hari ini sih. Di sini saya cuma mau curhat sekaligus melampiaskan emosi pada Bapak dan Ibu Dokter yang berulang kali mengabaikan surat-surat saya sebelumnya, bahwa saya adalah jamet non biner sekaligus seorang ace. Yes, we exist!"


oleh buttercup & hxsqlqkq






Mesin akan menggali liang lahatnya sendiri dan berat badanmu hanya akan mempercepat penurunan ruang. Apa yang mengepul keluar dari mulut mayat-mayat yang menari? Sesuatu yang belum tumbuh, benih planet lain, sesuatu yang bulat atas keberadaan mereka sendiri. Mengumpulkan massa di tengah hampa, sampai bisa berdiri tegak, mengenakan struktur belulang, altar, dan bunker kematian. Patung batu, menenteng kepalanya sendiri seperti sebuah lentera. Memproyeksikan cahaya dan radiasi, melengking ke langit, gundukan lumpur yang menampung kematian kita, dirimu pun tersesat, kau tahu, alam sama sekali tak pernah menumbuhkan benda mati.