Bahwa dalam setiap kondisi masyarakat akan selalu ada inovator yang berakhir di tiang pancang atau mati membusuk di balik jeruji bersama kegagalannya. Akan tetapi, itu bukan kami. Kami tak menawarkan apa pun dan meninggalkan apa pun bagi masyarakat masa depan. Kami meyakini bahwa generasi setelah kami yang merasakan hidup dalam sebuah masyarakat yang sempat kami idam-idamkan akan menetapkan mimpi yang lebih tinggi dan akan mengalami hal yang sama; mati tanpa sempat mencapai apa-apa.

Kami bosan mendengar bacotan delusional para ideolog tukang klaim masa depan yang berbicara soal revolusi dan pemberontakan.  Tak ada cetak biru untuk dunia masa depan. Kami tak akan berjanji atau berpura-pura ada sesuatu. Kami tak lagi meyakini kedua hal tersebut sebagai jalan keluar untuk mengatasi segala permasalahan sosial yang ada. Kami tidak bisa berpura-pura seoptimis itu, hidup kami dirundung pesimisme, langit kami dipenuhi kabut gelap penuh kesal serta rasa muak yang siap menjalar ke segala hal yang kami benci. Kami tak senaif orang-orang yang bisa digembalakan untuk menyerukan dan melakukan agenda-agenda para pelopor demi memantik sebuah perlawanan. Andai pun kami melakukannya itu bukan karena kami meyakini dan mengharapkan sebuah kondisi yang lebih baik setelahnya. Kami melakukannya karena itu menyenangkan bagi kami. 

Kami tidak akan bergabung dengan kerumunan massa. Massa bagi kami tidak ada bedanya dengan sekumpulan domba yang terjebak pada ilusi peradaban modern, massa adalah mayoritas manusia yang gampang dikendalikan oleh sistem dominan. Karena kebanyakan manusia bodoh, maka kerumunan massa berarti kebodohan massal. 

Masalahnya terletak pada tindakan mereka yang sok heroik, tetapi tak pernah tahu, atau mungkin tahu, tapi abai, dengan resiko dari apa yang mereka lakukan sehingga mereka tidak pernah mengantisipasinya. Untuk apa bertindak heroik jika berakhir dalam penjara? Menyerahkan diri menjadi martir untuk sebuah cita-cita komunal adalah tindakan konyol. Mungkin hal ini terdengar pesimis sekaligus pengecut secara bersamaan. Tak apa, kami tidak akan memperdulikan penilaian kalian atas kami, kami juga tidak tertarik dengan persatuan, pengakuan dan segala hal yang menjijikan lainnya.

Puluhan tahun terlewati, protes damai terus berlanjut dan janji terus ditagih tanpa ada pemenuhan, untuk apa terus menerus menggantungkan harapan kepada cara-cara usang yang sama ketika tahu bahwa semua itu tak pernah benar-benar didengar. Kami bosan dengan semua kedamaian yang semu. Kami ingin ada huru-hara di kota. Kami ingin melihat kaca-kaca pecah dan berserakan di jalan. Menyaksikan api berkobar di setiap sudut kota dan melihat mobil-mobil terguling lalu terbakar. Kami senang menyaksikan keruntuhan yang kami benci. 

Lupakan Lenin, Mao, Castro, sembilan puluh delapan dan semua bagian dari reruntuhan sejarah yang gagal. Jika non-kekerasan berarti bunuh diri maka melawan kekerasan dengan kekerasan bukan lagi sebuah kekeliruan. Kami sudah menyerah pada harapan akan kehidupan manusia serta dunia yang lebih baik. Kami datang untuk berdamai dengan realisasi kehancuran. Kami tersebar di setiap barisan para demonstran dengan semangat penolakan terhadap segalanya; termasuk penolakan terhadap semua mimpi-mimpi busuk kalian—anarko ataupun komunis—akan masa depan. 

Persatuan kontol. Panjang umur perpecahan.


oleh arnitjetta






Di balik selubung darah dan dagingmu, dirimu adalah seekor kepiting. Sosok bertanduk yang kau lihat itu bukanlah kami. Belasan mulut di sekujur tubuhnya terbuka lebar, mengisyaratkan kematian yang takkan pernah kau alami seutuhnya. "Ini bukanlah yang terakhir," ungkapnya. Akan tetapi, kau takkan bisa merasakan apa pun saat proyeksi berangsur pergi dari tubuhmu. Pasir membawa lempung, mengompresi tanah basah di bawah tekstur pantai. Patung-patung membicarakan kesunyian dan kau masih berada di tempatmu semula berada, tak bisa beranjak dari sana, terpisah jauh dari kenyataan yang ditempati proyeksimu saat ini.