Swargaloka Pascaalgoritma
Sang menteri melangkahkan kedua kakinya perlahan mengikuti si insinyur yang beringsut acuh menyusuri jembatan sempit meninggalkan balairung produksi. Senandung lagu-lagu pujian samar terdengar di bawah deru mesin serta beraneka logam saling beradu berdentang. Semakin jauh mereka berjalan, derau mekanis berangsur tersebut mereda digantikan suara nyanyian yang terdengar makin keras.
Insinyur: Ada apa lagi Pak Menteri? Mengejutkan sekali, mengapa Anda tampak begitu gelisah sepanjang kunjungan hari ini? Selama ini saya selalu berkeyakinan bahwa risiko dan orientasi kepada profit sama sekali bukanlah hal yang asing bagi orang seperti Anda, terlebih bila mengingat perjalanan karir serta luasnya koneksi Anda di kalangan orang-orang berkedudukan.
Menteri: Humor sama sekali bukanlah keahlianku, kau tahu? Apalagi ketika berada dalam situasi yang jelas-jelas membahayakan keselamatanku seperti saat ini. Apa tidak sebaiknya fasilitas ini lebih mempertimbangkan keselamatan para pengunjung, terutama untuk kunjungan resmi serta tur bagi investor maupun masyarakat pada umumnya? Terlebih bila pengunjung tersebut merupakan utusan langsung Paduka Yang Dipertuan Agung.
Insinyur: Anda sama sekali tidak sedang dalam bahaya, Pak Menteri. Saya jamin, saya sendiri dan seluruh kru fasilitas ini setiap harinya melintasi jembatan ini dan tak pernah terjadi apa pun. Perhatikan bagaimana sisi-sisinya yang tinggi, jauh di atas pusat gravitasi tubuh seorang dewasa. Bayangkan harus memanjat atau melompat melewatinya, merepotkan sekali. Tak perlulah Pak Menteri berpegangan terlalu erat di rel titian, istirahatkan tangan Anda, santai saja.
Menteri: Aku menghargai semua penjelasanmu, tetapi tidak ada yang tak mungkin, aku tak ingin ambil risiko! Seperti yang sudah kamu jelaskan panjang lebar, mungkin aku tak akan mati seketika bila kebetulan jatuh dari platform rapuh ini, manakala aku melonggarkan peganganku lalu karena satu dan lain hal, faktor-faktor lain yang saat ini tidak bisa aku jelaskan, aku pun jatuh terpelanting. Yang jelas, kemungkinan aku akan mati jelas lebih kecil ketika aku berpegangan erat-erat. Mengingat konsekuensi yang bisa saja terjadi, aku harus melakukan apa pun untuk meminimalkan peluang tersebut, seberapa pun kecil kemungkinannya.
Insinyur: Ya, tentu saja Pak. Dalam hitungan saya, hal tersebut adalah upaya kecil dalam strategi bertahan menghadapi segala macam kemungkinan terburuk. Anda bebas melakukannya, bahkan tanpa mengeluarkan sepeser uang pun, Anda takkan kehilangan apa pun kecuali harga diri dan martabat Anda sendiri. Masuk akal juga, kesemuanya sama sekali bukanlah transaksi yang buruk.
Menteri: Cih, cukuplah dengan selera humormu yang vulgar itu. Menjijikkan!
Insinyur: Maafkan saya Pak Menteri. Maklumlah, tak banyak kesempatan bagi saya untuk dapat melatihnya menjadi lebih elegan. Kerja keras kami di sini, sepenuhnya mengikuti dekrit dari Paduka Yang Mulia Yang Maha Kudus, komitmen kami sangatlah serius sebagai pengakuan dan kerendahan hati kami atas kehendak-Nya yang absolut.
Menteri: Dengan keseriusan yang sama, aku datang hari ini. Aku harus memeriksa kesemuanya dengan seksama dan melaporkan kondisi serta kemajuan proyek yang sedang kau tangani dengan sedetail mungkin. Aku harus mengakui, saat ini aku belum sepenuhnya paham secara rinci mengenai proyek tersebut di luar hal-hal terkait logistik. Tetapi sejauh ini aku bisa menyimpulkan, kau sedang ditugaskan untuk merancang dan memproduksi robot dalam jumlah besar?
Insinyur: Benar Pak Menteri, secepat kapasitas produksi kami untuk merakit dan menyelesaikan semua sesuai penugasan yang kami terima.
Menteri: Apakah saat ini kau telah memaksimalkan setiap sumber daya yang tersedia untuk keperluan tersebut?
Insinyur: Iya Pak Menteri. Paduka Yang Mulia Yang Dipertuan Agung bahkan telah bermurah hati untuk hadir secara langsung di tempat ini dan memerintahkan hal tersebut. Secara tegas Yang Mulia Yang Dipertuan Agung memberitahukan kepada kami bahwa proyek ini akan menjadi program terpenting dari pemerintahanNya, berjanji akan mengerahkan seluruh kekayaan dan kuasaNya untuk membantu kami di sini. Sama sekali tak mengejutkan, FirmanNya sepasti hukum, tiada hari berlalu tanpa pasokan logam, silikon, mineral langka, dan bahan lain yang kam butuhkan. Kami pun telah menyediakan fasilitas tambahan dan tenaga yang diperlukan demi berjalannya operasi ini secara nonstop.
Menteri: Ah, jelas sudah kenapa sahabatku, si bendahara kikir itu belakangan tampak murung. Syukurlah kekhawatirannya sama sekali bukanlah sesuatu yang harus kita pikirkan. Bagaimana pun, hanya hal itulah yang dapat kupahami mengenai proyek ini. Aku mengandalkanmu sepenuhnya untuk memberitahukan kesemuanya kepadaku secara terperinci. Jadi, apakah kalian membuat robot-robot yang berbeda? Apakah robot itu akan meringankan pekerjaan kita sehari-hari?
Insinyur: Seandainya saja Pak Menteri, seandainya hal itu mungkin kita lakukan! Saya khawatir pemahaman kita saat ini mengenai sibernetika belumlah cukup canggih untuk merealisasikan hal tersebut. Tidak Pak Menteri, tidak, bukan itu perintah dari Yang Mulia Yang Dipertuan Agung, kami hanya diperintahkan untuk membuat satu jenis saja.
Menteri: Wah! Modelnya pasti sangatlah rumit kalau begitu.
Insinyur: Hmmm... Bagaimana ya Pak...
Menteri:Tolonglah, tidak perlu ragu. Detail apa pun yang bisa kamu berikan kepadaku, aku akan sangat menghargai semua itu. Betul juga, aku bisa menyaksikan banyak sekali robot bergulir di atas ban berjalan di bawah sana, tapi aku tak bisa menyaksikan mereka dengan jelas dari sini. Pun penglihatanku sudah tidak begitu bagus, takkan ada gunanya bagiku, pening rasanya bila harus berlama-lama melongok ke bawah sana.
Insinyur: Pak Menteri, sebenarnya yang kami produksi sama sekali bukanlah robot yang rumit. Bagaimana ya agar saya bisa menjelaskannya tanpa terdengar konyol, kesemuanya tak lebih dari mulut silikon dan kotak suara, tentunya dengan mekanisme sederhana untuk memanipulasi dan menggerakkan kesemuanya tak ubahnya mulut manusia yang berbicara.
Menteri: Yang serius kau, tidak usahlah berusaha melawak sekarang, sudah aku bilang, aku sudah muak dengan semua leluconmu bahkan sebelum aku sampai ke tempat ini.
Insinyur: Aduh Pak Menteri, andai saja demikian, kali ini saya benar-benar serius Pak Menteri.
Menteri: Mulut artifisial? Yang benar saja! Goblok! Kau bilang bahwa anggaran begitu besar serta berbagai macam sumber daya dari seluruh negeri kita yang kaya raya ini didatangkan ke tempat terkutuk ini hanya untuk memproduksi ribuan unit bibir robotik?
Insinyur: Benar Pak Menteri, saya bisa tunjukkan seluruh cetak biru serta proses produksinya dari awal untuk keperluan inspeksi Anda kali ini.
Menteri: Oke-oke, baiklah. Aku percaya sepenuhnya pada penjelasanmu. Aku sendiri agak ragu, aku jelas tak bisa menelaah kesemuanya, aku tak punya cukup pengetahuan teknis untuk itu. Akan tetapi, apa sebenarnya fungsi robot-robot ini? Untuk apa? Aku yakin kesemuanya pastilah sangat penting, wajar saja Yang Mulia Yang Dipertuan Agung mengalokasikan begitu banyak sumber daya untuk kesemuanya. Namun, saat ini aku masih belum bisa membayangkan untuk apa.
Insinyur: Ah, mana mungkin Pak Menteri tidak paham. Seluruh robot-robot itu didesain dan dibuat untuk menjalankan hal yang sangat penting bagi Yang Mulia Yang Maha Suci. Mereka semua berdoa.
Menteri: Oh baiklah, aku paham. Tentu saja aku tak mungkin mempertanyakan apa yang dikehendaki oleh Yang Mulia Yang Dipertuan Agung. Aku pun sama sekali tak menyangsikan bagaimana pentingnya doa-doa, baik dalam aspek yang sepenuhnya personal maupun peranannya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Akan tetapi, apa nilai yang bisa diberikan oleh pendoa-pendoa elektronik itu bagi negeri kita manakala kita memiliki banyak sekali pemuka agama, pendeta, serta rakyat kita yang sebagian besarnya merupakan individu religius.
Insinyur: Doa mereka berbeda, Pak Menteri, tidak bisa disamakan dengan doa-doa kita.
Menteri: Maksudnya bagaimana?
Arsitek: Doa-doa dan ibadah kita, setidaknya sampai titik tertentu tergantung masing-masing orangnya, tetapi kesemuanya mengikuti kitab maupun dari para pemuka agama. Kita punya doa-doa yang terekam dalam kitab suci, kita lantunkan sebagai pertobatan maupun permohonan-permohonan. Kita memiliki beberapa ritual yang kita lakukan rutin pada hari-hari dan momen tertentu. Ada pula serangkaian filosofi mengenai pandangan hidup serta standar sikap dan perilaku yang menyeluruh, semuanya diajarkan di sekolah-sekolah maupun di lingkungan oleh masyarakat oleh para pembimbing spiritual kita. Kita memiliki sebuah tradisi tentang itu semua. Singkat kata, praktik religius kita terdiri dari hal-hal yang sama persis dengan ketentuan yang telah ada.
Menteri: Benar sekali, lantas kenapa? Bukankah inti dari praktik beragama adalah untuk mengartikulasikan dan melestarikan segala sesuatu yang adil dan yang benar, yang diperbolehkan oleh Tuhan kita? Sebagaimana yang abadi sama sekali tak berubah, demikian pula praktik dan ritual yang kita lakukan untuk berkomunikasi serta memuliakan keberadaanNya.
Insinyur: Betul sekali Pak, saya setuju. Akan tetapi, di situlah masalah sebenarnya. Dalam sudut pandang teknik, bila seseorang tak dapat melakukan penyimpangan, maka ia takkan pernah bisa mengulanginya.
Menteri: Hmmm... Aku masih belum bisa memahami kenapa hal itu bisa menjadi suatu masalah.
Insinyur: Katakanlah kita salah dari awal, kita berdoa dengan cara-cara yang keliru, maka agama akan sulit untuk bisa hadir dan membenarkan semua itu. Paling-paling akan ada sekte sempalan dengan perbedaan-perbedaan, agama secara umum tidak memiliki mekanisme internal untuk mengarahkan dirinya menuju serangkaian prinsip maupun praktik yang baru. Apa yang kita miliki sekarang adalah apa yang kita miliki dahulu dan berabad-abad mendatang, semua sama seperti itu seterusnya.
Menteri: Oh, baiklah. Aku mulai memperoleh gambaran. Apakah penjelasanmu itu secara tidak langsung menunjukkan bagaimana doa-doa robot itu berbeda dengan doa kita karena mereka sengaja dirancang untuk melakukan penyimpangan?
Insinyur: Tepat sekali Pak Menteri! Doa-doa dari para robot itu sama sekali tak bersinggungan dengan agama-agama di seluruh dunia. Setidaknya, itulah desainnya. Bisa saja ada insiden statistikal, manakala apa yang mereka ucapkan menyerupai doa-doa dari suatu agama yang sudah ada. Setiap robot memiliki suara mereka sendiri yang sepenuhnya unik, mampu menghasilkan doa-doa yang dihasilkan secara algoritmik. Inilah tujuan dari Yang Mulia Yang Dipertuan Agung, untuk mencapai keanekaragaman doa-doa yang belum bisa dicapai oleh segala macam agama yang ada di seluruh dunia.
Menteri: Bukan main, tentu saja apa yang diinginkanNya cepat atau lambat akan tercapai sepenuhnya, tapi aku masih belum sepenuhnya paham kenapa Ia menginginkannya.
Insinyur: Di sinilah kecerdasan dari Yang Mulia Yang Dipertuan Agung, hanya inilah satu-satunya pendekatan yang cocok untuk umat manusia. Toleransi beragama saja tidaklah cukup, takkan ada kekayaan variasi, kemanusian bergerak sangat lambat, untuk bisa membuat seribu bunga mekar bersamaan masih harus melibatkan begitu banyak siklus perkecambahan.
Menteri: Bukan, bukan itu. Bukan soal metodenya, tetapi motifnya. Menilik penjelasanmu, apakah Yang Mulia Yang Dipertuan Agung menganggap bahwa selama ini kita keliru, apakah Ia meyakini bahwa agama kita tidaklah sempurna?
Insinyur: Ah, saya tidak berani berasumsi macam-macam mengenaiNya, Pak Menteri. Mohon maaf. Namun, saya bisa mengatakan pada Anda bahwa kami telah melakukan segala sesuatu sebagaimana yang diperintahkanNya, semua sebaik mungkin dengan memperkecil segala kemungkinan atas kekeliruan-kekeliruan yang mungkin terjadi.
Menteri: Sungguh janggal mendengar istilah-istilah yang lazim kita temui dalam keuangan dan perjudian manakala mendiskusikan kepercayaan spiritual kita, terdengar kurang pantas menurutku. Berdoa dan beribadah sama sekali tidak bisa disamakan dengan melempar dadu!
Insinyur: Pantas ataupun tidak, begitulah dialektika yang kita warisi. Kesemuanya adalah masalah yang telah berlangsung selama berabad-abad lamanya. Mungkin ada Tuhan, mungkin pula tidak. Mungkin Tuhan menghendaki agar kita berdoa, mungkin juga tidak. Namun, tanpa adanya kepastian, orang-orang memiliki pilihan. Seseorang tak dapat hidup begitu saja seolah tidak ada Tuhan, mempertaruhkan segalanya di atas kemarahan dan azab Tuhan yang mungkin saja terjadi bila saja pilihan hidup mereka ternyata keliru sepenuhnya. Alih-alih demikian, seseorang dapat bersikap bahwa keberadaan Tuhan adalah sesuatu yang sama sekali tak terbantahkan, ia akan memperoleh imbalan yang dijanjikan kepadanya bila kepatuhannya terbukti benar, pun apabila tidak, upaya sia-sia tersebut hanya menghabiskan sedikit waktu serta kesempatan yang mereka miliki, tak ada ruginya sama sekali.
Sang menteri terdiam termangu, memandangi langit-langit pabrik.
Menteri: Baiklah, pada akhirnya aku tak bisa menyalahkan pemikiran semacam itu. Jika seseorang harus mempertaruhkan jiwanya, ia harus mempertimbangkan segala kemungkinannya.
Insinyur: Betul sekali Pak, masalah pun akan menjadi kian rumit manakala individu-individu harus memikul tanggung jawab melampaui kemampuan mereka sendiri. Kacau! Saya membayangkan bagaimana perhatian Yang Mulia Yang Dipertuan Agung tak semata berkutat pada kesejahteraan rohaniNya sendiri, tetapi juga seluruh umatNya yang begitu Ia cintai.
Menteri: Tentu saja, seorang penguasa yang penuh welas asih seperti Yang Mulia Yang Dipertuan Agung takkan mungkin membahayakan jiwa rakyatNya. Ia pasti akan menempuh jalan yang memberikan perlindungan terbesar kepada rakyatNya. Ia pasti telah mempertimbangkan bahwa semua harus dilindungi sebagimana selama ini Yang Mulia melindungi negara ini dari invasi maupun wabah penyakit.
Insinyur: Iya Pak, saya menduga altruisme adalah hal yang mendorong Yang Mulia Yang Dipertuan agung untuk mengikuti jalan teistik tersebut.
Menteri: Akan tetapi, karena Yang Mulia tak dapat sepenuhnya menjamin bahwa Tuhan yang selama ini kita sembah adalah Tuhan yang benar, atau ritual kita adalah laku yang paling sesuai dengan kehendak Tuhan, Ia telah memperhitungkan bahwa kita harus berbuat apa pun yang diperlukan untuk memaksimalkan peluang kita dalam mengirimkan doa-doa yang tepat kepada Tuhan yang tepat pula.
Insinyur: Ah, benar sekali Pak Menteri.
Menteri: Demi melindungi kita semua dari kemungkinan-kemungkinan terburuk, azab serta siksa abadi neraka, Yang Mulia Yang Dipertuan Agung berkomitmen secara moral untuk memanfaatkan seluruh sumber daya kita seoptimal mungkin dalam usaha tersebut.
Insinyur: Begitulah Pak, maka kami terus bekerja keras di tempat ini.
Menteri: Aku harus menyampaikan kabar ini kepada penasihat-penasihat lainnya. Tentu saja cita-cita Yang Mulia Yang Dipertuan Agung ini pasti akan terlaksana, aku akan memastikan kesemuanya. Namun, Yang Mulia tentunya perlu beristirahat, aku akan mencari waktu yang tepat untuk melakukannya.
Deru mekanik kini menghilang sepenuhnya, tenggelam digantikan nyanyian poliritmik yang teramat merdu.
Menteri: Bebunyian apa ini?
Arsitek: Kru kami menyebutnya sebagai musik kamar, sebagaimana musik yang populer pada era barok. Kami yakin kami telah dekat dengan tujuan yang diamanatkan Yang Mulia Yang Dipertuan Agung. Di balik pintu ini, tujuan utama inspeksi Anda hari ini. Di sana kami menempatkan barisan robot saleh kami, memberikan mereka fasilitas untuk melakukan tugas mereka secara nonstop tanpa sedikit pun gangguan. Anda pasti akan sangat kagum Pak Menteri. Sebuah ruang super besar yang kami tata sedemikian menyerupai hamparan padang rumput, dipenuhi jutaan mulut yang terbuka dan tertutup mengikuti rumput yang bergoyang lembut tertiup angin, volumenya meliuk menari dan terus berubah setiap menit. Tidak, tidak Pak Menteri. Tidak seperti Anda, sepanjang karir saya, saya pun telah berulang kali menyaksikan hasil karya serta kejeniusan Yang Mulia Yang Dipertuan Agung, tetapi kesempatan untuk menyaksikan reaksi orang-orang yang pertama kali menyaksikan hal tersebut amatlah jarang, saya tak sabar menyaksikan reaksi Anda, hahahaha!