Helen Membaca Buku di Ulang Tahun ke-27

 

Saat dihadapkan kepada situasi tanpa harapan, kemungkinan besar seseorang akan melarikan diri menuju kenyamanan delusional mereka, kenyamanan sebagai makhluk terkutuk yang diusir dari surga. Sebagai makhluk sengsara kita akan mencoba meredakan derita kita, mengeksternasilasi rasa sakit kita pada segala sesuatu yang ada di luar sana: monster mengerikan yang tinggal bersama kita setiap harinya. Kita tak bisa hidup tanpa monster tersebut, akan tetapi di saat bersamaan terus mencoba mencari cara untuk mengubur mereka dalam-dalam lewat fiksi, seni, atau bentuk ekspresi lain di mana kita bisa mengendalikan mereka sepenuhnya. Meski demikian, tak jarang monster tersebut tiba-tiba melompat keluar dari sarang gelap mereka, mengusik ketenangan kita dari alam bawah sadar, meruntuhkan segala macam benteng yang coba kita bangun dengan logika atau agama atau omong kosong lain yang ada di sekitar kita.

Hampir dapat dipastikan bila seseorang membaca, maka ia pasti sedang mencari jawaban atas derita, atau jalan keluar untuk lepas darinya. Tak ada yang tak menginginkan kedatangan seseorang atau sesuatu yang bisa memberikan jawaban atas pertanyaan dan pencarian tersebut, seolah sesuatu yang begitu mengerikan telah terjadi di masa lalu kita dan tiba-tiba saja kita berada di sebuah kegelapan sehingga tak ada pilihan selain mencari cahaya.

Ada sesuatu yang telah hilang dari hidup kita, sesuatu yang sangat penting yang hilang di antara kesibukan dan keseharian kita, sesuatu yang tak pernah kita tahu apa. Kini kita berputar-putar secara liar, membabi buta, mencoba mencari hal tersebut, hal yang telah hilang dari diri kita.

Sepertinya hal yang kita inginkan tersebut adalah sebuah kado ulang tahun, terbungkus rapi, berisi sesuatu yang selalu kita dambakan, harapan-harapan akan datangnya kebijaksanaan seiring bertambahnya usia dan omong kosong lainnya—lalu datanglah sebuah kotak terbungkus kertas warna-warni, kita akan membukanya, berdebar-debar memikirkan apa yang mungkin ada di dalamnya—dan sebuah jack-in-the-box tiba-tiba menyembul keluar dari sana, memegang sebuah pistol mainan yang membunyikan suara-suara bising laser dan peluru berdesingan, tertawa histeris, naik turun seperti orang gila. Di punggungnya ada sebuah kertas, “hahaha, mampus!”

Tentu saja, kita semua sudah cukup dewasa dan membosankan untuk meyakini bahwa takkan ada keajaiban yang tiba-tiba muncul begitu saja lalu mengubah kehidupan kita yang menyedihkan ini. Kita akan terus bertambah tua sampai penyakit jantung atau kolesterol datang bersama maut untuk mengejek kita pada sebuah momen menyedihkan bernama kematian di kehidupan modern, semoga saat itu kita telah melunasi hutang-hutang kita, kita memang begitu menyedihkan hingga di saat terakhir pun masih sempat memikirkan tentang dunia.

Tetapi tunggu dulu, semuanya tidak akan sesederhana itu kecuali dirimu cukup pemberani untuk mengakhiri semuanya sekarang, saat ini juga. Kita harus melewati jutaan pengulangan-pengulangan, ulang tahun ke-47 dan jack-in-the-box lainnya, siang dan malam di mana kita harus terus merapikan kekacuan ini sebagai sesuatu yang spektakuler entah Neo-Tokyo pasca apokalips atau Water World. Segalanya memang tak berarti, seperti apa yang dikatakan orang-orang, tak ada yang salah dengan mencoba menjadikan semuanya sebuah lelucon meski tak jenaka sama sekali.

Ah, kita adalah korban dari kepicikan kita sendiri, hanya bisa menang dengan penolakan atas ketidakberdayaan kita sendiri. Mengetahui semua hal ini, kita akan membungkus kehidupan kita yang tak berguna dengan hal-hal tak berguna lainnya. Siapa yang tak ingin lepas dari takdir suram ini, siapa yang tak menginginkan lebih banyak kesenangan dan pujian dari semua orang sehingga kita bisa memperbesar liang lahat kita untuk menampung lebih banyak kesenangan dan pujian berikutnya. Lari dari yang nyata menuju menuju maya milik hasrat yang absolut, menghidupi kematian di surga kengerian abadi seperti tuhan di antara api, batu, dan puing-puing alam semesta.