Erat

 

Menjelang tengah malam, Andi mengusulkan kepada semua orang untuk membagi rahasia terbesar mereka, satu-satunya aturan adalah rahasia tersebut haruslah nyata dan belum pernah diketahui siapa pun. Saat itu sebagian dari kami sudah mabuk, sebagian lain tampak mengantuk setelah terlalu banyak tertawa, ada pula yang terlanjur tertidur di lantai karena terlalu banyak minum. Seseorang yang lain mengusulkan agar kami menuliskan rahasia masing-masing tanpa perlu mencantumkan nama kami di secarik kertas. 

Kami mulai menulis, kami bahkan membangunkan tiga orang yang sudah tertidur, semua orang di dalam ruangan itu menuliskan rahasia mereka, melipat atau meremasnya jadi gumpalan kecil lalu bergantian mengumpulkannya ke dalam sebuah toples yang masih berbau keripik singkong.

Andi memasukkan tangan kurusnya ke dalam mulut toples, mengobok-obok isinya seperti sedang memijit kepala seseorang atau melumat adonan. Dia melakukannya dengan mata tertutup, mulutnya komat-kamit menggumamkan sesuatu yang tak kami pahami, semua orang di dalam ruangan tampak tegang.

"Oke, ehem," Andi mulai membacakan kertas yang pertama, "Tanpa sengaja, aku pernah mendapati ayahku sedang bermesraan dengan seorang pria di kamarnya. Saat itu ayahku mengenakan anting, lipstik, dan sebuah gaun berwarna merah."

Meski itu bukan kertas milikku, saat itu aku merasa sangat canggung sekaligus merasa bersalah, rasanya semua orang di dalam ruangan itu berpikir bahwa apa yang baru saja mereka dengar adalah rahasia milikku. Hening, tak ada yang mengatakan apa pun. 

Andi segera membacakan kertas kedua, "Pamanku sempat tinggal bersama keluarga kami selama empat tahun. Saat itu usiaku masih lima belas tahun. Selama empat tahun itu pula ia melakukan berbagai macam pelecehan seksual kepadaku, beberapa minggu sekali, sempat pula ia memperkosaku lebih dari satu kali sehari saat semua orang pergi ke luar kota. Saat aku akhirnya memperoleh keberanian untuk bercerita pada ibu, ia menyebutku genit, ia memukulku dan menyebutku jalang."

Masih tidak ada respon apa pun dari semua orang, meski akhirnya ada beberapa di antara kami yang kembali menenggak minuman atau menyalakan rokok. Hal inii berlangsung selama hampir satu jam, sampai akhirnya toples bening itu kosong, tergolek di tengah ruangan, seolah mengejek kami semua yang masih gemetar dan basah kuyup dengan keringat dingin.

Akhirnya Andi kembali mengatakan sesuatu, "Ada yang butuh pelukan? Mari kita semua berpelukan." Tak ada yang bergerak.

Aku kembali memikirkan rahasia kecil yang aku tuliskan, rahasia tak penting yang baru saja dibacakan keras-keras dan didengar oleh semua orang. Tak lama kemuadian aku memikirkan rahasia besar yang seharusnya saat itu aku bagi, rahasia yang tak pernah diketahui siapa pun, bahwa aku menikahi istriku agar bisa tetap dekat dengan kakak perempuannya yang sudah menikah, satu-satunya perempuan yang benar-benar aku cintai.

"Oke, kalian semua hebat dan pemberani, semoga malam ini menjadi momen yang berkesan bagi kita semua." kata Andi sembari tertawa lebar, masih mencoba mencairkan suasana. Saat itu istriku tiba-tiba menyenderkan kepalanya di bahuku, menggenggam tanganku, meremasnya erat.

~

oleh buttercup