Hari ini pandangi liang lahat lagi. Dua tahun lalu menggali lubang sendiri. Dua tahun lalu nenek muram sekali ditinggal mati, tahun ini nenek muram sekali ditinggal mati lagi.

Bagaimana kabar anakmu? Sehat selalu? Aku ingat malam ini dua tahun yang lalu kamu panik kamu hamil karena orang lain. Oh, sayang aku memang benar ingin menyetubuhimu dua tahun lalu. Sayang, oh sayang, tidak pernah terjadi.

Kita menelanjangi diri sendiri tidak secara harfiah. Kalaupun benar terjadi, kontolku ngaceng tidak karuan melihatmu dientot calon suamimu waktu itu. Seharusnya kamu telah membopong anakmu belajar berjalan tahun ini. Sayang, oh sayang, kamu hanya panik karena telat menstruasi.

Seharusnya aku mencintai dan mempererat hubungan kita pasca k coba tarik kamu dari depresi rendahanmu. Sayang, oh sayang, kamu cuma kekurangan kontol untuk mengurangi kesepian. Andai saja kita bisa bercinta semalam, aku tidak bisa melindungi kamu dari kehausan kontol besar lelaki metropolitan.

Pernah kah kamu membayangkan? Kita bercinta semalaman, kondom yang tergeletak di lantai apartemen sewaan, selimut yang dicuci ratusan kali, jariku yang basah menjilati cairan dari memekmu? Sayang, aku berani menukar rasa percayaku demi menggenggam tanganmu.

Hari ini aku melihat penguburan adik dari nenek, malam ini aku masturbasi hanya untukmu. Demi kakak dan orang yang aku cintai di surga, aku mengeluarkan peju membayangkanmu.

"Crot, crot, crot!"

Aku membayangkan kamu dikentot suamimu dan aku duduk di antara kalian. Peju kali ini lumayan kental, aku olesi ke roti keju murahan dari warung Madura. Aku siapkan segelas susu coklat hangat lalu ku makan roti selai peju sendiri.

Satu kunyahan mendekati kemuraman. dua kunyahan mendekati kepunahan. Tiga kunyahan mendekati kematian. Empat kunyahan pikiran melayang. Lima kunyahan untuk wajah yang kusayang dan keputusasaan. Suapan terakhir hanya untukmu, sayang.

Awal dan akhir memang tidak terlihat jelas. Aku harap kamu bahagia dengan banyaknya kontol yang masuk ke lubang memekmu. Begitu juga aku, aku harap aku bahagia saat bayangmu dikentot puluhan orang lewat saat aku melihat pantulan air di kolam dari matahari, sore ini.

Aku rindu padamu, hangat suaramu, membius diri, menyayat hati yang tidak menyayat juga, dan menyedihkan. Aku rindu padamu, ku belah laut biru pun kita tidak bertemu.

Sebenarnya aku rindu kakakku yang meninggal lebih dulu, dua bulan sebelum kamu hamil dua tahun lalu.



oleh Aleen Ibn Ni'qat