Pelerkio dibuat oleh kang Maman, pengerajin boneka kayu di Pasar Gombrong Jakarta timur. Suatu hari kang Maman terbangun dan didatangi peri bernama Mak Ijah asal Brebes. Mak Ijah menawarkan untuk memberi nyawa salah satu boneka kang Maman yang asli Wonogiri.

Kesepakatan terjadi dengan syarat boneka kang Maman akan memanjang anatomi hidungnya ketika dia berbohong. Diberi nama boneka itu Pelerkio dengan maksud gagah dan perkasa. Pelerkio hidup dengan keajaiban peri Mak Ijah. Kata pertama yang diucapkan pelerkio adalah, "Bangsaaaat".

Kang Maman senang sekali melihat Pelerkio hidup dan memanggilnya mamang. Mak Ijah menjelaskan kenapa hal itu bisa terjadi demikian dengan singkat, padat, dan jelas karena diburu orderan. Pelerkio berniat membantu Kang Maman dengan menjadi kuli angkut di Pasar Gombrong.

Kerap Pelerkio dipalak oleh preman sekitar sehingga apa yang dia bawa dari upahnya hanya tersisa 35 persen. Pelerkio selalu bersyukur atas hidup yang dijalaninya. 1 tahun kemudian Pelerkio diberikan handphone Xiaomi Redmi Note 5. Karena Pelerkio sudah masuk dalam masa remaja, dia mulai penasaran dengan apa yang dinamakan cinta. Pelerkio jatuh cinta kepada pelanggan kang Maman yang sedang mampir ke toko, Pelerkio memberikan diri untuk menanyakan siapa namanya. Gazel adalah namanya, kuliah di UNJ, lalu diminta nomor handphonenya. Mulailah mereka berbincang dari sepele sampai hal yang serius.

Mereka mulai dekat dan 3 bulan kemudian pun Pelerkio mulai mengungkapkan apa yang dia rasakan. Gairah muda-mudi metropolitan menghiasi hari-hari Pelerkio. Pelerkio ingin melakukan sex dengannya. Diiyakanlah pertemuan mereka.

Namun Gazel tidak datang, Pelerkio setia menunggu sampai pagi menjelang. Paginya Gazel membalas chat Pelerkio, Gazel masih mabuk sepulang party bersama temannya lalu make out dengan salah seorang temannya yang gay. Pelerkio sabar menunggu dan coba tidak cemburu. Pelerkio ingat bagaimana ia diajari temannya untuk sadar diri karena hidup di Jakarta timur.

Pelerkio sebenarnya terbakar api cemburu. "Harusnya itu aku yang berciuman dengannya," gumam Pelerkio. Intensitas chat mereka pun berkurang sampai Gazel menghilang. Setengah tahun kemudian Pelerkio marah kepada Kang Maman.

"Kenapa aku tidak dibuatkan penis?" Ujar pelekio pada kang Maman.

"Tapi aku menciptakan kamu bukan untuk seks bebas, Ler" jawab kang Maman.

"Orang lain bisa seks bebas, tapi aku tidak. Kenapa aku dilahirkan berbeda?" Tanya Pelerkio. Setelah perdebatan tidak penting tersebut usai, dicekeklah kang Maman sampai mati oleh Pelerkio.

Pelerkio kabur dari TKP, pindah ke kota Bandung lalu indekos di daerah Sadang Serang. Pelerkio menjadi buruh kasar di pasar dan terminal. Pelerkio cepat akrab dengan warga sekitar, sampai suatu hari Pelerkio dipekerjakan oleh salah satu petinggi di Kiri Social Bar.

Pelerkio menjadi tukang bersih gelas selama setengah tahun sebelum akhirnya menjadi bartender setelah Pelerkio diajari kerabat kerjanya. Tidak ada yang tahu Pelerkio telah membunuh bapaknya. Bulan Juni tahun itu, Pelerkio bertemu lagi dengan Gazel dan temannya. Pelerkio memalingkan muka dan kembali bekerja. Bar hampir tutup pukul 3 pagi, Pelerkio dihampiri Gazel. Gazel menanyakan dimana kang Maman sekarang. Pelerkio berbohong dan menjawab, "Pulang kampung, sekarang mengarit sawah kakaknya." itulah pertama kalinya Pelerkio berbohong dan hidungnya pun memanjang 5cm.

Gazel terkejut melihat hidungnya memanjang, diberitahulah kejadian bagaimana bisa seperti itu. Gazel menggodanya kembali agar Pelerkio berbohong. Pelerkio berbohong lagi soal Kang Maman. Hidungnya memanjang lagi sampai 15 cm. Gazel tercengang melihat panjang dan besar hidungnya.

Gazel menyuruh temannya untuk pergi duluan. Dibawalah Pelerkio ke kosan Gazel, Gazel baru saja pindah ke Bandung setelah mendapatkan pekerjaan sebagai kepala riset badan penelitian di sana. Pelerkio birahi bukan main, begitu pula dengan Gazel. Pelerkio ingin dioral, dan membuka celananya. Setelah dibuka, tidak ada penis di sana karena kang Maman memang tidak menciptakan penis di badan Pelerkio. Pelerkio memasukan jari kayunya  ke memeknya. Diusap bagaikan rembulan penuh. Wanita itu menggelinjang hebat. Diremaslah payudaranya, nafas mereka terengah bukan kepalang.

Pelerkio ingin sekali menciumnya, namun hidungnya membuatnya susah untuk mencumbu. "Kamu boleh duduk dimuka seperti pak kusir yang sedang bekerja" kata Pelerkio. Mereka malu-malu, Gazel mulai duduk di muka Pelerkio, tertancaplah hidung Pelerkio di memeknya, "Man, that's long n big!" Seru Gazel.

Pelerkio merasa senang dan sedih. Satu sisi dia senang karena bisa memuaskan pasangan dan bergonta-ganti posisi sex, namun dengan hidung. Disatu sisi dia sedih tidak punya penis lalu harus merasakan ereksi dan orgasme lewat hidungnya. Pelerkio dan Gazel keluar bersamaan.

Keluarlah cairan putih dari ujung hidung Pelerkio, bukan sperma melainkan getah pohon jati. "Apa ini nikmat dunia? Aku hampa, aku hanya mainan, aku hanya benda, aku hanya simpanan, aku tidak mungkin dicintai, aku sadar aku bukan siapa-siapa." Ujar Pelerkio. Pelerkio meninggalkan Gazel pagi itu. Keluar di saat matahari terbit, Pelerkio melihat matahari secara langsung. Terasa terbakar matanya, sakit yang dia rasakan dan ingin buta karenanya. Pelerkio melihat singularitas dari nilai guna yang habis dalam dirinya. Pelerkio membakar rokok garpit dan meminum granita Warung Madura.

Pelerkio melihat akhir dari hubungannya. Mungkin nilainya telah habis dengan Gazel. Dia mencoba menyibukkan diri. Dia memulai membaca karya pikir cabang anarkisme. Pelerkio adalah pekerja, Pelerkio mawas diri, Pelerkio melek isu sosial. Pelerkio ikut meramaikan Mayday Bandung tahun 2019.

Pelerkio membawa pilox dan berkumpul di Dipati Ukur. Pelerkio terbawa sorak sorai dan euforia massa. Pelerkio melihat SLB asih manunggal. Pelerkio marah bukan main, kesadarannya bercampur dengan massa. Dia mencoret SLB dengan gambar A dalam lingkaran dan 1213. Pelerkio sadar lalu kabur melepas atribut karena polisi mengepung gerombolan anarko tersebut. Pelerkio panik dan berhasil meloloskan diri. Dia ditegur oleh salah satu personil, lalu dia pura-pura gagu dan autis. Personel tersebut menggiring Pelerkio ke tempat yang aman. Pelerkio sadar itu hanya euforia. Pelerkio sedih dan depresi. Untuk apalagi dia hidup. Dia telah membunuh kang Maman, bapak sekaligus Tuhannya. Pelerkio memikirkan cara untuk menebus dosa. Pelerkio berdoa guna pengampunan. Pelerkio seorang diri. Pelerkio adalah barang, pelerkio adalah ketidakgunaan, najis.

Pelerkio memikirkan kembali apa yang dia lakukan selama ini. Selama 3 tahun dia hidup, banyak yang dia rasakan. Dirinya merasa najis, tidak pantas, muak, merasakan kengerian hidup. Pelerkio menjadikan dirinya sesembahan bagi kebergunaan lainnya. Pelerkio tumbal roda kegunaan. Pelerkio memutuskan untuk membuat pengorbanan dengan menanyakan pada Gazel apakah dia bersedia untuk merobek dada pelerkio, mencabut jantungnya, dan dimakan dengan diolah bersama spaghetti keju bolognese ditambah oregano. Gazel menolak karena merasa itu adalah pembunuhan. Pelerkio mencoba meyakinkan lagi dan tetap ditolak. Pelerkio melihat awal dan akhir setelah matahari menyinari matanya yang masuk dari plafon cafe di mana mereka bercerita. Pelerkio mencoba bunuh diri. Dia melompat dari Jembatan Pasupati ke arah sungai. Berharap dia mati sekejap.

Pelerkio melompat ke arah sungai dari Jembatan Pasupati. Dia tidak hancur dan tidak tenggelam namun mengambang. Percobaan dia bunuh diri gagal. Dia menepi dan melihat kobaran api seperti melihat matahari dari matanya. Dia membakar dirinya, di saat terakhirnya, Pelerkio tertawa keras.

Pelerkio menertawakan kegunaan dan alasan lainnya untuk tetap hidup dari para optimis yang naif tidak melakukan kekerasan apapun. Kekerasan ada di dalam diri masing-masing, sadar atau tidak sadar merepresi dan meyakinkan inilah kebaikan. Pelerkio terbakar semakin hebat dan tertawanya memekik di tengah gelap malam.

Dalam saat terakhirnya dia mengingat puisi dari Sergei Alexandrovich Yesenin, dia melafalkannya keras-keras.

"Goodbye, my friend, goodbye
My love, you are in my heart.
It was preordained we should part
And be reunited by and by.

Goodbye: no handshake to endure.
Let's have no sadness — furrowed brow.
There's nothing new in dying now
Though living is no newer.



oleh Aleen Ibn Ni'qat