You're such a coward, who takes advantage when someone is down.
Ya, betul. Setidaknya aku pernah memakan kamu berkali-kali, begitu pula sebaliknya. Nikmat, bukan? Kamu mengambil bagianku yang tidak berharga, aku meraup bagianmu yang sama tidak berharga. Tentu tadi hanya simbolik. Kita tidak pernah bisa sepaham, kalau perlu kita mengibarkan bendera peperangan. Mungkin perang diantara kita sudah berakhir. Seperti biasa, yang kalah akan menjadi sesembahan, yang menang akan menginjak bangkainya.
Aku kalah, dan mati berkali-kali. Tidak yakin aku hidup atau sudah mati. Kita menginginkan perang, untuk resiko yang harus ditanggung karena perbuatan kita. Kita menginginkannya, bukan? Untuk mendapatkan kepala yang kalah sebagai penebusan dosa.
Sayang, aku kembali untuk mengibarkan perang. Aku menulisnya di buku diari. Aku ingin berjudi lagi denganmu. Genggaman tangan dan maaf darimu yang aku inginkan jika aku menang, jika aku kalah aku tidak yakin apa yang bisa kamu ambil selain kepuasan batin seolah dapat menginjak kepalaku diatas aspal.
Siapapun yang menang, maukah kamu melakukannya sekali lagi denganku? Tidak, berkali-kali sampai aku menjadi pemenangnya. Licik atau menaati peraturan hanya etika, aku tidak mengambil pusing dengan langkah yang aku ambil. Maka dari itu, bersiaplah.
Aku akan mengambil berlian di tulang belakangmu.
Tidak Ada Judul
Aku meneduh di dekapan pertemuan kita
Dua tahun lalu dan sekarang matahari sama teriknya
Aku berteduh kepada malam
Taman dan kota mati dimana kita mengelap ludah
Aku tergeletak di trotoar malam ini
Memandang bangku yang menopang pantat kita
Impianku yang sudah mati
Cerita kita yang tenggelam
Kabel listrik yang kusut
Langit tanpa bintang
Sedang apa kamu di sana
Tidak tahu dimana kamu berada
Jauh di sana ada matahari yang meledak
Malam ini aku ingin memakan lubang mataharimu
Aku adalah lubang hitam dari bintang yang mati
Aku ingin memakan lubang pantatmu malam ini
tidak ada judul
Dia tertidur malam ini di dalam pelukan kekasihya
Mencintainya sebuah kebahagiaan baginya
Kemu mengecup dahinya setelah bercinta
Terpulas dalam keadaan telanjang di hadapannya
Aku terjaga malam ini di jalan yang mati
Aku terlentang di aspal memandang langit yang hitam
Mencintainya adalah kutukan bagiku
Aku yang akan mengurai jasadmu setelah itu
Tidak ada bulan malam ini
Hanya debu dan angin melewati sela halte
Rokok kretek murahan ku bakar pelan
Ingin rasanya ku tukar dengan bibirmu
Aku ingin memeras pelan dadanya
Aku ingin mengeluarkan cairan dari kemaluannya
Aku ingin membelah dadanya
Dan melihat isi dari dadanya
Aku ingin melihat tumpukan bangkai di perutnya
Aku melihat banyak bangkai di ususnya
Dia rakus dan tamak jika merujuk soal pecinta
Aku bisa melihatnya, banyaknya pecinta dari kerakusannya
Kakak di surga, maafkan aku
Dosa dari ayah dan ibu yang kita tanggung
Aku akan membawa sebongkah mayat
Dia masih bernafas dengan banyak rampasan di dalamnya
Dia adalah perang yang tidak bisa aku menangkan
Aku ingin menang dan menginjak kepalanya rata dengan tanah
Aku ingin mengulitinya
Lalu memakan hatinya secara perlahan
Kelebihan Pakan
Aku mengobok-obok cacing sutra pagi ini
Ada tai dan bangkai yang sudah mati di dalamnya
Aku melihat diriku di situ
Menjadi tai dan bangkai yang menggumpal
Aku membersihkannya sampai lima kali
Aku tuang air dan larutkan bakteri
Aku masukkan cacing ke dalam botol saus
Ku campur air dan ku kocok agar tidak menggumpal
Aku melihatku dimakan ikan hiasku
Sebagai hewan pengurai
Lalu dibuang menjadi tai
Aku berikan lebih hari ini
Aku melihat diriku esok hari
Menggumpal tidak bisa keluar dari perut
Lalu dia sakit dan mati
Aku melihat diriku sakit dan mati