Kami pertama kali bertemu di suatu tempat di Kota M. Saat itu kami sama-sama ingin membakar diri. Aku yang tengah bersiap-siap mengguyurkan bensin eceran yang kubeli di dekat kosku terkejut saat dia tiba-tiba muncul dengan sebuah jeriken di tangannya. Saat itu dia tampak sama terkejutnya denganku. Barangkali karena mendapati ada orang lain yang juga ingin

membakar dirinya sendiri di tempat itu. Seketika aku menghela nafas dan menjatuhkan tubuhku ke tanah.

“Kenapa berhenti?”

“Sudah tak minat. Kalau kau mau, duluan saja.”

Alih-alih segera membakar dirinya, dia lantas duduk tepat di sebelahku. Sesaat keheningan malam menyelimuti kami dengan suara binatang malam dan langit tanpa bintang sebagai latarnya.

Aku kemudian beranjak berdiri dan menawarkannya untuk ikut makan malam bersamaku. Dia berpikir sejenak kemudian setuju dan mulai berjalan mengikutiku. Kubawa dia ke tempat makan langgananku. Selama makan, kami tak berbicara satu sama lain hingga makanan kami habis. Seusai makan dia mengajakku untuk makan malam lagi di lain waktu. Sesuatu yang kuiyakan saja waktu itu.

Maka dimulailah petualangan kami makan malam bersama dari satu tempat ke tempat lainnya. Kami bergantian memilih tempat yang akan kami kunjungi untuk makan malam. Kini aku tersadar ada banyak tempat makan di kota ini selain tempat makan langgananku dan yang ada di sekitar kosku. Tak hanya itu, kami juga mulai mengobrol sambil makan. Setiap kami makan malam bersama, bertambah pula cerita yang kami tukarkan. Sesaat kami lupa akan jeriken dan korek yang kami bawa di awal pertemuan kami.

Akan tetapi, seiring berjalannya waktu keinginan itu muncul lagi ke permukaan. Suatu dorongan serupa insting yang tak lagi dapat kami kendalikan. Kami pun memutuskan untuk kembali ke tempat kami pertama kali bertemu. Di suatu tempat di Kota M, kami membakar diri kami bersama-sama dengan binatang malam dan langit tanpa bintang sebagai latarnya.

Malam itu kami sama-sama terbakar. Dia jadi arang dan aku jadi debu.



oleh Awanama