97 Halaman

 

Aku menulis sebuah buku kumpulan cerita lucu, tapi satu-satunya lelucon di sana hanyalah bahasanya yang sama sekali tak jenaka.

Cermin terus mengejek bayanganku, mencibirnya sebagai kepalsuan yang terbuat dari cahaya. Aku tak bisa lagi melihat bayanganku di sana. Putih memenuhi pandangan mataku. Samar, ada bayang gelap menari-nari di lantai kamarku. Seorang lelaki terdengar menyusuri lorong sempit di luar jendelaku, menggumamkan sebuah lagu aneh dengan melodi yang membuatku bergidik dalam kengerian. Nada-nadanya membuatku merasa menjadi seperti hantu, seolah setiap realitas yang kutemui hanyalah imajinasi menyedihkan yang tercipta dari rasa takutku akan kematian. Gumanan itu makin keras terdengar, sekarang dari arah ruang tamu. Sejenak menghilang lalu terdengar lagi dari balik pintu kamarku.

Sekarang aku menuliskan berbagai kosa kata yang dapat kupanggil dari dalam ingatanku, di dinding kamar menggunakan pensil alis peninggalan mendiang ibu, menyanyikannya mengikuti melodi dari lagu yang digumamkan pria itu. Menghabiskan prosa dan puisi seperti gaji bulananku yang hanya cukup untuk makan dan membeli buku. Tak ada lagi yang perlu kukhawatirkan sekarang.